Halaman

Senin, 03 September 2012

Profesionalitas


Seharusnya, setiap sekon yang kulalui malah mengusirku. Aku pasti
sudah babak belur tertampar setiap geraknya, setiap saat.

Seharusnya, aku mundur langkah demi langkah. Tapi tarian jemari saat
bermain dengan rambutnya sudah menekuk langkahku. Menjatuhkan tegapku.
Mungkin, saking lumpuhnya, aku justru bertahan di sini. Bertahan
dengan segala keraguan.

Bunyi bel menegakkan tatapanku. Menagapkan bahuku demi sebuah status,
demi sebuah harga diri. Langkahnya selalu terasa melambat setiap
melaluiku yang masih tak mau beranjak dari parasnya.

Sekali lagi, lirikan serta senyumnya terasa sebagai pecut besar yang
memukul kedua pipiku. Inilah saatnya semua kesadaran meluap. Sebuah
status menepuk. Sebuah harga diri dipertahankan.

Pilihan yang terlalu sulit. Profesionalitas yang terlalu menyesakkan.

Di sana, dia kembali terduduk sambil mempelarjari soal ujiannya. Aku
duduk di tempat yang berlawanan, menatapnya, mengawasnya.
Profesionalitas sampah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar