Halaman

Minggu, 17 November 2013

enam belas

: shof

Pagi ini rasanya aku sedikit sibuk. Menghitung jumlah helainya, jumlah balonnya, jumlah doanya. Sudahkah enam belas? Sudahkah kuat terbang sampai kotamu? Akankah ia dihadang hujan, disambar petir, dikalahkan jarak?

Semoga saja tidak...

Aku tidak tahu, apakah kamu ingat, atau tidak. Apakah kamu memilih untuk ingat, atau lupa. Atau, apakah kamu memilih pergi, atau menetap, pada keping-keping ingatan itu.

Satu waktu di hari lalu, kamu pernah hadir pada kepingan itu...
Bahkan sampai saat ini.

Mungkin kita sempat sampai pada ujung tebing. Kamu memilih kembali, aku memilih terjun bebas. Tapi, tahukah kamu, aku tak jatuh, aku terbang, melayang, terus mengiringimu sambil menyusuri jalan kembali pulang ke masa lalumu...

Pernah ada waktu dan ruang yang mencakup kita sebagai satu kesatuan. Di sana, di ruang itu, pada waktu itu. Akhirnya ada matamu, ada kacamatmu, ada rahang kerasmu, ada suaramu.

Aku tak lupa. Tapi juga tak memilih untuk ingat. Entah, semuanya seperti melekat, merekat, erat, tak mau lepas.

Apakah balon-balon itu telah sampai? Ada enam belas. Tak perlu dua puluh, hanya enam belas. Karena aku tak lagi ingin mengeluh tentangmu, sebisa mungkin aku melepasmu. Karena katanya, melepas jauh lebih melegakan.

Enam belas balon, warna-warni. Sederhana saja, hanya sepatah selamat ulang tahun yang hendak kubahasakan.

Berdoalah. Biar aku yang amini panjang di setiap doa dan mimpimu.

Kelak, aku ingin sesekali tumbuh pada helai-helai rambutmu. Aku lelah rontok bahkan sebelum rambut itu sempat kamu sentuh.
Kelak, aku ingin duduk di sisimu, berteriak, tertular kamu yang bersorak, karena Barcelona menang telak.
Kelak, aku ingin kita sama-sama merasakan badai serotonin. Entah di mana. Di sini. Di sana. Atau di hari entah kapan di negeri antah berantah. Entahlah.

Selamat tanggal enam belas bulan sebelas.

Dari hari ke-sembilan di bulan sepuluh, 
kepada hari ke-enam belas di bulan sebelas.

Dari abjad terakhir dari belakang,
Kepada abjad ke-delapan dari belakang.