Hai, Nus…
Ini perahu kertas pertamaku sejak
beberapa bulan lalu. Apa kabarmu di lautan luas sana? Apakah keadaan laut
baik-baik saja? Aku tahu, kehangatan laut sangat menggugah untuk dikunjungi. Tapi,
Nus, aku kan gak bisa berenang. Kamu tahu betul hal itu.
Jadi, hanya melalui perahu kertas ini
aku melaporkan keadaan daratan. Tenang saja, daratan luas milik Tuhan ini masih
dalam keadaan terkontrol. Daratan lain yang kini ingin kuceritakan. Daratan itu
tengah mengalami persemian. Kembang-kembang dengan rupa warna-warni tengah
merekah di sana. Daratan itu bernama hatiku, Nus.
Aku hampir mati menjadi pesimistis. Aku
hampir tak percaya kedatangan dirinya bisa dideteksi oleh radar Neptunus kita
ini. Dia percaya kamu ada, Nus. Dia percaya aku bukan hanya seorang pengkhayal,
bukan hanya seorang pemimpi. Dia percaya aku berpijak pada bumi dengan penuh
kesadaran. Dia percaya semua ini bukan hanya sekadar wacana.
Dia percaya aku memiliki hal yang
lebih besar dari itu, Nus. Dia percaya semua ini lebih dari harapan. Semua ini
doa.
Nus…
Aku sedang mabuk kepayang. Aku kepayahan
menahan gejolak yang melonjak-lonjak bak kembang api di dadaku ini. Aku
berharap perahu kertas bisa membawa rasa cintaku padanya. Aku harap kertas
lusuh ini tak hanya berakhir di kerajaanmu, Nus. Atau lebih parah, berakhir
hancur dan menjadi partikel tak jelas penyebab kebanjiran ibu kota.
Semenjak bersamanya, semua mimpi dan
cita-citaku kembali menyala. Sebelumnya, semua mimpi dan cita-citaku yang tak
masuk akal sudah kubungkus dan kubuang jauh-jauh ke kerajaanmu. Tapi semenjak
kami sering bicara—bahkan saat kata-kata tak lagi cukup mengisi—aku sudah
kembali memeluk semua mimpi itu. Semua cita itu.
Aku percaya, dia adalah pewujud semua
mimpiku. Dia adalah pemotong jarak paling handal antara mimpiku dengan
nasibnya. Nasibnya yang hanya akan teronggok merongsok pada kepala, atau akan
berakhir cantik pada lembaran kehidupan selanjutnya dan menjadi sejarah. Dan semua
telah semakin dekat dengan lembaran indah itu, Nus.
Perahu kertas mengingatkanku betapa ajaib hidup ini. Mencari-cari
tambatan hati.
Iya, hidup ini sangat ajaib. Aku bahkan
hampir tak percaya radar Neptunus yang banyak dicemooh orang itu justru dapat
menemukannya. Dapat membawaku membagikan seluruh mimpi dan citaku yang hampir
rapat kusimpan dalam-dalam, di gudang kerajaanmu.
Neptunus yang baik dan hebat,
Terimakasih telah selalu membaca—atau minimal—menerima
semua perahu kertasku.
Terimakasih telah menjadi sahabat
sejati selama perjalananku menemukan tambatan hati.
Tunggu suratku selanjutnya ya, Nus.
Salam radar Neptunus
Dari agen Neptunus yang gak bisa
berenang tapi sangat amat jatuh cinta pada Samuderanya
Perahu kertas melanju terus. Meninggalkan gadis itu bersama
Samuderanya. Melaju terus membawa pesan, cinta, harapan, dan kehangatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar