Halaman

Senin, 30 Juli 2012

Masih Hidup


Langkahnya masih menyisakan jejak, setidaknya pada masa lalu kami. Oh ralat, aku. Langkah-langkah kecilnya pada kisah kami yang telah usang termakan waktu, namun masih rapih pada laci hatiku

Matamu yang sering kali mengerling genit kala kau temukan aku menekuk wajah seperti hendak memasang kuda-kuda akan menerkammu. Jemarimu yang senantiasa menyisir lembut rambutku seraya memanggilku sayang tanpa jeda. Dan lenganmu yang menjadi perpanjangan langit untuk setiap saat memelukku dalam keadaan apapun.

Kita pernah hidup pada genggaman jemarimu dan jemariku. Bahagia pernah tumbuh pada tawa yang kau sulut. Cemburu pernah membakar kita untuk kemudian kembali berpelukan dan saling memaafkan.

Semua hanya ada karena satu alasan. Cinta. Cinta yang kini masih hidup dan bernafas pada hariku. Cinta yang kini masih tersaji hangat pada meja kerjamu. Dan cinta yang masih sama seperti senja yang selalu indah namun tak pernah sama.

Aku kini berdiri mematung pada derasnya hujan yang menghujam. Di depanku terukir batu dengan nama yang selalu mengisi dan menyesaki kepala dan hatiku. Sudah tiga tahun lamanya kamu tidur, pergi, dan meninggalkanku. Tak pernah terbangun.

Hey, aku rindu sinar matamu yang cerahkan hariku. Dan sentuhan lembutmu yang bantu aku temukan diriku yang sedang hilang arah. Istirahatlah, tenangnya di pangkuan bumi.

Sabtu, 07 Juli 2012

Delapan


Ketiga kalinya kita bertemu di khayalan ini. Kali ini aku memilih pantai lagi, matahari lagi. Tapi kehidupan baru akan lebih baik jika kita ada di saat matahari datang. Sunrise. Semburatnya pendar, dia datang pudarkan langit malam.

Selamat datang hari baru. Selamat datang matahari delapan Juli. Selamat datang usia baru untukmu, Kak Dim. Jangan heran darimana aku tahu tanggal ini. Aku ini penggemar terberatmu. Ribuan panggilanku padamu, tak peduli dibalas atau tidak, aku tetap akan terus memanggilmu. Kak Dim Kak Dim Kak Dim Kak Dim~

Ketiga kalinya duduk bersebelahan dengan Adimas Immanuel? Mimpiku begitu hebat melebihi teknologi hologram zamannya film Anak Ajaib. Ketiga kalinya menghirup wangi yang terbawa semilir angin? Penciumanku tak pernah sehebat ini memengaruhi hati dan perasaan, luar biasa bahagia.

Angin pantai membuatku bergidik lalu reflek merapatkan jaket. Kulirik dirimu sejenak, sekadar mengecek apa yang detik ini sedang menarik perhatianmu. Tampaknya matamu masih asik melucuti matahari yang baru datang, senyummu tersungging. Ah! Hatiku bergetar, lagi!

Kutarik nafas dalam-dalam….kuhembuskan lagi panjang-panjang. Masih sesak. Dadaku masih sesak oleh senyummu barusan. Alih-alih menegurmu sambil bilang selamat ulang tahun, aku malah menunduk sambil memainkan pasir yang kita duduki.

Pasir ini, dulu aku pernah punya kejadian lucu! Saking takutnya main ke pantai karena tidak bisa berenang, waktu dipaksa bermain dengan sepupuku, aku hampir menjerit ketakutan saat pasir yang kududuki tetiba ‘hilang’ terbawa ombak. Nyatanya mereka tetap di sana, menopangku, sebanyak apapun ombak menerpa. Kuharap kebersamaan kita hari ini, pagi ini, tanggal ini, juga sama seperti itu.

Matahari semakin naik. Mungkin ini sudah waktunya. Kukeluarkan sepotong kue cokelat kecil, yang jelas bukan buatanku, makanya enak! Di atasnya kutancapkan sebuah lilin kecil warna-warni. Kuharap, selepas lilin ini kautiup, harapanmu yang kecil namun penuh warna akan terbang dan mencari tempat untuk mewujudkan dirinya, sambil berkembang biak.

Dan hey! Gadis remaja di sampingmu ini begitu mengidolakanmu, Kak! Tak banyak permintaan kepadamu, hanya satu kata aamiin yang ingin kuselipkan pada setiap impian yang baru saja kau untai di dalam hati.

Aku percaya kata Caligula. Nikmati hari ini, karena hari esok bukan milikmu. Kebersamaan ini, hanya terjadi hari ini, karena esok telah pergi tanpa kita. Selamat tanggal delapan Kak Adimas Immanuel.

Ada yang ganjil pada senyummu, tapi pandanganmu padaku menggenapkannya :p

Dari gerimis 9 Oktober,
Kepada matahari 8 Juli