Langkahnya masih menyisakan jejak, setidaknya pada
masa lalu kami. Oh ralat, aku. Langkah-langkah kecilnya pada kisah kami yang
telah usang termakan waktu, namun masih rapih pada laci hatiku
Matamu yang sering kali mengerling genit kala kau
temukan aku menekuk wajah seperti hendak memasang kuda-kuda akan menerkammu. Jemarimu
yang senantiasa menyisir lembut rambutku seraya memanggilku sayang tanpa jeda. Dan
lenganmu yang menjadi perpanjangan langit untuk setiap saat memelukku dalam
keadaan apapun.
Kita pernah hidup pada genggaman jemarimu dan
jemariku. Bahagia pernah tumbuh pada tawa yang kau sulut. Cemburu pernah
membakar kita untuk kemudian kembali berpelukan dan saling memaafkan.
Semua hanya ada karena satu alasan. Cinta. Cinta yang
kini masih hidup dan bernafas pada hariku. Cinta yang kini masih tersaji hangat
pada meja kerjamu. Dan cinta yang masih sama seperti senja yang selalu indah
namun tak pernah sama.
Aku kini berdiri mematung pada derasnya hujan yang
menghujam. Di depanku terukir batu dengan nama yang selalu mengisi dan
menyesaki kepala dan hatiku. Sudah tiga tahun lamanya kamu tidur, pergi, dan
meninggalkanku. Tak pernah terbangun.
Hey, aku rindu sinar matamu yang cerahkan hariku. Dan
sentuhan lembutmu yang bantu aku temukan diriku yang sedang hilang arah. Istirahatlah,
tenangnya di pangkuan bumi.