Halaman

Selasa, 10 September 2013

Surat Pengagum

Adakah yang lebih menyedihkan selain mencinta pundak?
Adakah yang lebih menyedihkan selain mengirim surat anonim?
Adakah yang lebih menyedihkan selain menangisi kehampaan?
Ada...
Ketiganya dirasakan oleh satu hati.

Airmata itu tak lagi menggenang,
Ia jatuh berbulir-bulir,
Akhirnya membuat longsor tebing hati yang nelangsa.

Jemari itu tak henti menuliskan kata-kata cinta,
Demi melihat senyum tercantik,
Meski segalanya hanya terasa seperti embusan angin.

Hati itu tak lagi cinta,
Sudah jatuh berkeping.
Ia meratap,
Berharap kelak akan kembali rapat.

Tetapi, bukankah retak gelas tak lagi bisa disatukan seperti puzzle?
Berhentilah bermain...

Lihatlah aku,
Jemari ini akan segera memasuki adegan jatuh cinta,
Jangan tutup tirainya,
Karena aku ingin,
Kali ini melihat matamu.
Agar surat-surat itu mendapatkan keping teka-teki terakhirnya.


Pengagum yang tak tahu cara mengagumi yang baik

Dua Musim

Hujan yang mengguyur akhirnya menggenangkan kisah itu lagi,
Lubang-lubang jalan setapak itu tak seharusnya kita lalui.
Sebab,
Ada luka yang tak sempat kita bebat,
Malah buat terjerembab.

Daun kering yang jatuh barang kali pertanda,
Waktu sesegera mungkin akan menggugurkan cinta,
Kelak saat kita tak berhenti pada jika.
Maka,
Bisakah memulai disamping terus berpikir belaka,
Agar kelak tak celaka.

Adakah hati yang tak berubah,
Layaknya sesuatu yang tak layak?
Ataukah,
Hati selalu berubah seperti musim?

Biarkan musim berubah,
Biarkan kita menua,
Asalkan,
Hati kita semakin matang, tak gugur pun tak menggenang.

Sepatu boot butut pada musim gugur,

Untuk kipas berisik pada musim hujan...

Hanya Merindu

Mungkin, ini terlalu klise..
Tetapi,
Aku rindu...

Mungkin, ini terlalu basi...
Tetapi,
Aku ingin bertemu...

Mungkin, ini menyebalkan...
Tetapi,
Aku terlalu malu...

Mungkin, ini kamu...
Yang hadir tepat pada pusar mimpi,
Padahal aku tak sedang memikirkanmu,
Hanya merindu.


Dari perindu yang merindu dirindukan oleh yang dirindukan

Sabtu, 07 September 2013

Berhentilah, Sejenak

Langkah-langkah itu berderap begitu kencang,
Aku hampir gontai di hadapanmu.
Adakah kiranya seujung langkah itu untukku?
Adakah kiranya langkah itu berhenti padaku?

Aku ingin melangkah,
Tapi kumohon,
Jangan mundur.
Di sana, aku ingin kita bertemu.
Bertumbuk pada titik yang sama.

Kumohon, jangan gegabah.
Melangkahlah perlahan ke sini.
Berbisiklah lembut pada telinga ini.
Beri aku waktu untuk memahamimu,
Untuk memahami kita.

Bisakah kita, berhenti sejenak,
Hanya sekadar tumpahkan benak,
Agar kelak,

Apa yang ada di hati tak berkarak.

Raga yang masih tak ada daya untuk gerak,
Menanti langkah yang gegabah untuk berhenti,
Sejenak...