Halaman

Minggu, 03 Mei 2015

Mon

:shof

Aku tak tahu mengapa kau begitu membingungkan melebihi teka-teki silang. Tak merasakah kau telah buatku seakan ditilang? Sekali waktu aku asik terjatuh, kemudian kauhilang. Sekali waktu aku asik abai, kau malah tak henti bertandang. Tak sadarkah kau, Monsieur?

Selalu saja begitu. Saat kukencangkan tali itu, kau malah lepas entah ke mana. Saat kulepaskan, engkau terus mengitariku dengan talimu. Sekali... saja, katakan apa inginmu? Apa anganmu? Jika kau kira aku tak serius dalam setiap kata, kau salah. Mungkin sesalah ku membaca setiap gerakmu, setiap ucapmu.

Monsieur…

Aku lelah. Tolong jelaskan segalanya sejelas kristal yang mengumpul pada ujung mataku saat menulis ini. Kumohon, Monsieur.

Aku letih mengejamu. Mengapa saat aku mulai belajar tanpamu, saat aku mulai belajar melepasmu dalam doa-doaku, saat aku mulai belajar mengikhlaskan masa depanku tanpamu, kau hadir begitu saja? Merenggut segalanya bagai perampok.

Percayalah, tak pernah ragu ku doakan kau dalam setiap tadahan tanganku. Dalam setiap sujud akhirku. Percayalah, s h o f. . .  .   .    . .    .

Aku tak lagi aku yang dulu merengek untuk bertemu. Tenang, aku akan terus menantimu di sini. Berjuang agar pantas untukmu. Berjuang agar kelak diridhoi-Nya. Tapi beritahu aku, kumohon… agar aku tahu bahwa aku tak berjuang sendiri. Aku mohon….

Monsieur…
Jika tidak sama sekali, mengapai engkau selalu mampirkan kita pada hampir?
Jika memang tidak, maka tidakkanlah…

Kepada,
Yang Telah dan Selalu Memenangkan Jarak…

Dari,

Yang telah Letih Dipermainkan…