Halaman

Minggu, 30 Agustus 2015

Anekdot

Tiktoktiktok, jarum jam bergegas untuk pindah.
Dari angka yang ini menuju angka yang sudah-sudah.
Dentamnya semakin buatku gundah.
Sebab hari ini jumlah tawaku rendah.

Bosan ini semakin menjadi.
Padahal aku tidak sedang semadi.
Mungkin sesekali harus keluar dari pribadi,
Dan mencari-cari yang berbau komedi.

Agar kelak tak hanya duduk bagai robot,
Atau tampak membosankan bagai baju bercorak polkadot.
Mungkin wajah serius ini harus dicopot.

Barangkali hanya bisa dengan anekdot.

Senin, 17 Agustus 2015

Jatuh Sajalah

Kemarin aku jatuh hati dan patah hati sekaligus. Ini bukan yang pertama, ini bukan yang kedua. Percayalah, tak akan ada yang ingin merasakannya. Hatiku tak lagi patah, ia hancur. Berkeping-keping. Ia lebur. Aku ingin sudah saja. Tapi tak bisa. Tak kuasa.

Kini aku berhadap-hadapan dengan samudra. Di ujungnya, matahari sedang jatuh hati pada airnya. Ia melebur. Menyatu dengan samudra. Akhirnya, benakku.

Jatuhlah, Matahari. Leburlah. Indahlah bersama genangan samudra. Jadilah horizon indah. Tebaslah batas itu. Aku ingin kalian bercinta..., benakku.

Aku hanyut pada ayunan angin pada air di kakiku. Ingin sekali menenggelamkan diri di sana. Terbawa alirannya sampai jauh. Sampai mana pun, yang penting tidak di sini. Di sini. Di mana kakiku menapak pasir yang hilang seketika saat air laut menyapunya. Di sini. Di mana aku kapok jatuh hati.
Sampai aku abai pada geraknya yang telah sangat urai. Namun aku terlalu takut untuk lebur kembali. Percayalah, ini rasanya menyakitkan. Melelahkan. Padahal aku hanya ingin dilelehkan.

Namun aku teringat pertanyaan seorang teman: apakah takut patah hati mencemari jalur jatuh hati?
Geming itu menyesakkan. Belum pernah kurasakan suara ombak sebegini mendesak. Apa iya aku harus jatuh saja?

Jatuh saja, Kasih....

Jatuh saja pada siapa yang engkau kehendaki. Jatuh sejatuh-jatuhnya. Jangan lihat dasarnya. Di sana kepingan hatimu kemarin belum pulih. Mereka bahkan belum saling menemukan. Tetapi, jatuh saja, Kasih. Jatuh.

Leburlah. Hatimu terlalu indah untuk kaucemari dengan ketakutan.
Merdekalah. Merekahlah.


Kepada hati yang memilih hancur lebur,
Dari, pada tidak merdeka sama sekali.

Jakarta, hari kemerdekaan.