Halaman

Senin, 05 Januari 2015

Ook Maga Do Do

Kasih, tidakkah kamu lihat bahwa kita cocok dan selalu cocok dalam ketidakcocokkan kita? Kita sempurna dalam ketidakcocokkan ini. Berikan aku ruang, berikan aku waktu, berikan aku kesempatan membuktikan bahwa  memang kita cocok dalam ketidakcocokkan ini.

Aku mencintai segala ketidakcocokkan ini. Aku mencintai kita yang kerap duduk dengan corak yang berbeda. Aku mencintai kasih yang mencintai ketidakcocokkan ini. Kasih, aku mencintaimu.

Pada heningnya malam, di bawah selimut tebal, dinaungi gelap kamar, aku tak pernah lelah membayangkan kita berdebat tentang siapa yang paling cinta, siapa yang paling rindu, dan siapa yang paling pertama jatuh cinta.

Pada riuhnya bus kota, di sebelah ibu-ibu gendut yang pulang dari pasar, dinaungi matahari yang riang, aku selalu gemar membayangkan betapa kita akan terus tidak setuju tentang rahasia pernikahan langgeng, apakah suami selalu mengikuti mau istri, ataukah istri yang mengalah, atau bahkan mereka saling mengerti.

Pada gegapnya kembang api di malam perayaan entah apa, dinaungi keriaan tawa keluarga, aku tak pernah absen membayangkan betapa kita akan selalu setuju untuk tidak setuju bahwa rumah adalah soal rasa bukan bangunan belaka, bahwa Kasih adalah kamu, dan bahwa cinta adalah kita.

Dan pada akhirnya aku harus berhadapan dengan ketidakcocokkan kita yang paling nyata. Bahwa aku cinta dan kamu tidak. Bahwa aku rindu dan kamu tak ingin melulu. Bahwa aku ingin dan kamu enggan.

Dan pada akhirnya aku harus bangun. Menatap dunia yang retak di balik tirai putih. Menyadari bahwa tak akan ada namaku dalam lelap, lelah, maupun lengahmu. Bahwa memang tak mungkin aku mengikis lelahmu.

Dan pada akhirnya, masalah ada padaku. Bahwa aku memaksa.
Aku memaksa cinta hidup, padahal ia lebih baik lenyap.
Aku memaksa rindu menghias, padahal ia mengais.
Aku memaksa kita berdebat siapa yang paling, padahal seharusnya sekadar tahu kamu pernah ingin saja sudah cukup.

Kasih, aku tak mampu mengotori jalur jatuh cinta ini. Aku terlalu cinta. Aku terlalu lepas kendali. Aku hanya ingin cinta. Semoga itu cukup.

Iya, semoga itu cukup. Selamat Malam. Tapi ingat, aku tetap cinta meski kelak malam tak lagi selamat. Meski kelak aku lupa, aku akan ingat lagi, ini hanya masalah aku yang sedang menempuh jalur amnesia untuk yang kesekian kalinya.

Jika kelak tak ada lagi yang cinta, mungkin aku akan bersembunyi. Jika kelak tak ada lagi yang rindu, mungkin aku sudah menghilang. Dan jika kelak kamu sudah sangat jauh, aku sudah kembali dari perjalanan amnesia, dan merasa cukup dengan cinta ini.

Kepada yang pernah, sedang, dan sepertinya akan terus pas untukku,
Dari yang pernah, sedang, dan sepertinya akan selalu kautolak mentah-mentah.