Bibir merah ini mulai merapal doa,
Doa agar bisa menghilang dalam sekejap,
Doa agar degup jantung tak menggebu,
Doa agar segala doa tentangmu terkabul.
Mata ini berjalan ke sana, kemari,
Menjelajah ruang demi mencarimu,
Menjelajah sudut demi mencari pelampiasan,
Menjelajah bangku di belakangmu agar
punya alasan.
Pembicara percuma terus berkicau,
materinya tak sampai,
Pembicara percuma berdiri, tubuhnya
kalah magis denganmu,
Pembicara percuma datang, kehadirannya
tak gubris perhatianku.
Kisah itu datang lagi,
Lirik itu bertandang lagi,
Pada tirai terakhir, mata kita saling
sapu dalam pencurian,
Kemudian tatapan itu lari tunggang
langgang seakan terpergoki melakukan kriminalitas.
Matamu, kriminil,
Buat segala yang ada padaku lumpuh
kemudian mati.
Matamu, kriminil,
Buat diriku jatuh dan tergilas.
Hatimu yang berkabut, kriminil,
Buat harap yang akhirnya mati sia-sia
ditikam ketidakjelasanmu.
Bisakah kita kembali pada pencurian itu?
Bisakah kita lebih saling menerima dan
diam?
Diam pada pencurian.
Rela untuk kemudian mendekam pada
penjara bahagia.
Kepada
kacamata di seberang ruang,
Dari
mata genit tanpa pakaian yang menyesal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar