Halaman

Senin, 30 Januari 2012

Ketiga


Ketiga kalinya kuketikkan sebuah surat penuh kagum untukmu, Kak @adimasimmanuel
Dari yang tak pernah bosan akan semua tulisanmu….

Kuharap Kakak tidak bosan, jengah, kesal, atau apapun itu, saat menerima suratku. Kuharap juga aku bisa menahan diri untuk menjadikan ini adalah surat yang terakhir. Aku janji, ini surat yang terakhir yang akan kutuliskan untukmu, Kak. Atau mungkin hanya akan menjadi yang terakhir kukirimkan, meski bukan yang terakhir kutuliskan.
Malam yang indah kembali kita nikmati bersama didinginnya suhu puncak. Ini adalah tempat favoritku bersama sepupu-sepupuku. Puncak pas. Di mana semua cahaya yang berasal dari rumah-rumah penduduk yang ada di bawah sana, terlihat dengan jelas. Cahaya mereka yang berkilauan seakan menyatakan betapa bahagianya aku dapat kembali duduk di sisimu, meski untuk yang terakhir kalinya.
Niat bersikap seadanya, aku malah kikuk. Ya mungkin kikukku adalah seadanya aku. Kelirik kau sesaat, dan jantungku copot seketika. Lekukan wajahmu dari samping sambil melihat ke langit penuh bintang adalah hal terindah yang mematikan. Aku menunduk, entah mengapa seketika itu tanah di bawah terasa lebih menarik dari pada bintang di langit sana.
Aku mencoba menghirup udara dingin yang bersih. Tersangkut wangi tubuhmu. Tubuhku bergetar hebat, jantungku apalagi. Sampai detik ini, masih tidak masuk akal betapa aku bisa sangat merinding karena wangimu. Akan kuhafal dan kubawa pulang ke Jakarta. Ingat kan, ini pertemuan terakhir kita? Jadi biarkan aku menghafal wangimu dan kubawa pulang.
Aku mendongak. Ternyata bintang-bintang masih anteng di sana. Kakak tau kenapa di puncak dan pantai jauh lebih banyak bintang dari pada di bagian-bagian kota lain? Mungkin karena di sini gak ada polusi cahaya seperti di sana. Di sini gak ada gedung pencakar langit! Gak akan ada bintang yang enggan bermalam di sini. Mungkin gak kalau nanti kita sudah pulang ke kota kita masing-masing, kita bisa melihat bintang yang sama meski dilain tempat? Kuharap mungkin.
Kembali ingat bahwa ini pertemuan terakhir kita. Kamu tau apa yang lebih baik dari bintang malam ketimbang senja pada pantai Kak? Bintang malam memiliki waktu yang lebih lama dari pada senja pada pantai. Betul kan? Ya betapa pintarnya aku memilih pertemuan terakhir kita ini pada malam penuh sesak dengan bintang.
Sudah sejak lama aku mengagumi bintang, begitupun pada rangkain indah milikmu Kak. Sudah sejak lama aku merindu malam berbintang, begitupun pertemuan kita ini Kak. Dan sudah sejak lama aku ingin membawa pulang bintang-bintang itu seperti betapa inginnya aku membawa wangimu pulang ke rumah. Wangimu sudah kusimpan dan masih kunikmati sekarang.
Kutarik nafas panjang lalu kuhembuskan sepanjang jarak yang terbentang di antara kita. Kembali kuselipkan kedua tanganku pada ketiak, dingin. Kelirik kembali dirimu yang masih anteng mengamati ribuan bintang di sana. Aku hanya ingin tau apa isi pikiranmu saat ini. Apakah ingin tetap tinggal untuk beberapa saat, atau malah ingin segera kembali ke kotamu. Kuharap pilihan kedua adalah hal yang paling tidak kamu pikirkan Kak.
When You Love Someone milik Endah n’ Rhesa tetiba hadir menusuk pendengaranku. Entah datang dari mana, mungkin kotak musik Tuhan. Mari kita nikmati bagaimana irama demi irama mereka rangkai sampai menyejukkan hati. Petikan gitar ringannya membuatku terbang.
Tiba saatnya kita harus berpisah. Aku sudah ingat semuanya. Gerakanmu, wajahmu, wangimu, suaramu, dan semuanya. Hanya saja aku tidak dapat mengingat betapa bahagianya aku duduk bersisian denganmu di bawah senja pantai serta malam penuh bintang di puncak. Iya, yang kuingat dari itu semua hanyalah betapa bahagianya aku. Begitu saja sudah cukup bukan?
Secangkit cokelat panas, segenggam kehangatan, sepiring kisah romantis, dan sebuah pelukan hangat. Alasan yang mana yang membuatku ingin pergi? Alasan yang mana yang membuatku tidak nyaman? Alasan yang mana yang harus kuhapus? Aku, ingin tetap berada di sini, tak ingin kemana-mana.

Rasanya sangat enggan meninggalkan detik-detik indah ini.
Segini dulu surat kekaguman dan khayalanku Kak. Kuharap ini tidak membuat kamu benci, marah, kesal, atau apapun itu, terhadapku. Anggap saja ini surat cinta biasa. Boleh kamu sobek-sobek, atau kamu masukkan ke dalam botol dan kamu lempar jauh ke laut sana.
Dalam selembar surat cinta ini, kuselipkan jutaan kekagumanku
Dalam selembar surat khayalan ini, kuselipkan jutaan kehangatan
Dalam selembar surat cinta ini, kuselipkan jutaan kisah romantis meski tak seromantis kisah Bella dan Edward
Dan dalam selembar surat cinta ini, kuselipkan sepucuk janji untuk kembali hanya menjadi pengagummu, tanpa sebuah surat lagi

“I used to hide and watch you from a distance and I knew you realized
I was looking for a time to get closer at least to say...hello”

Tertanda,
Dari kehangatan senja pada pantai,
Annisa Fitrianda.
Teruntuk,
Diri sedingin malam hari di puncak pas,
Adimas Immanuel.


#HariKetujuhbelas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar