Entah sudah malam ke berapa yang
kulalui dengan namamu penuh sesak pada hati dan kepalaku. Seperti segala racau
kacau tak lagi cukup menggambarkan kegundahanku. Membahasakan hening sebagai
gelisah paling nyaring. Kamu di mana?
Sering wanita gundah dalam diamnya. Tak
lagi tahu apa yang bisa ia bahasaka selain gelisah. Ia mencari dan berdoa dalam
gundah. Apalagi yang kau sanksikan akan hatinya? Hati wanita yang tak keruan,
berdoa dan mencari. Satu saat semua meluap, marah yang meletup, ungkapan
kelegaan yang tak cukup. Mengetahui kau baik-baik saja. Cukup sekali.
Kepalaku sesak akan namamu. Hatiku sesak
akan namamu. Tak jua kau temui di mana letak kecemburuanku? Jarak membuat semua
hati gelisah. Jarak membuatku tak lagi kenal akal sehat. Atau cinta? Jarak butakan
cinta. Atau cinta kalahkan jarak?
Jika semua mulai sesak memenuhi hati,
kemudina terbahasakan oleh butiran bening dari mata ini. Rasanya ingin kembali
pada masa di mana aku tak kenal kamu. Aku tak tahu siapa kamu.
Masa lalu yang sepertinya lebih senang
kau singgung. Membuat senyumku tak lagi tersungging. Mungkin kamu tak peduli. Betapapun
hati ini pilu, ngilu, nyeri membacanya. Panas.
Rasa yang katanya terbalas ini, bukan
berarti akan memiliki harapan lebih bukan? Pergi untuk tak akan lagi kembali,
menjauh untuk tak akan lagi mendekat, dan berbalik untuk tetap fokus pada
pemulihan. Jaga diri baik-baik.
Pernah dengar kalau wanita tak suka
diacuhkan? Laki-laki pun pasti. Pernah dengar bahwa wanita tak suka dibiarkan
pergi? Common bullshit.
Berusaha menangkap bayangan melalu
jarak yang membayang
Membiarkan cinta mengalir melalui
mata, bening
Belajar mendoakan dalam hening,
sebagai cinta yang paling nyaring
Berusaha tak peduli untuk hati yang
telah mencuri
Jarak? Dia bisa kasih kamu apa?
Dari yang masih lekat pada linimasamu,
Untuk yang tetap tak terbahasakan
dengan baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar