Masih pada malam yang sama. Masih pada hati yang sama. Dan masil
pada langkah yang sama. Seperti ada visual yang berulang-ulang pada pikiranku.
Menayangkan betapa indahnya sorotan mata itu. Betapa manisnya kegugupan merias
wajahmu saat mata kita bertabrakan.
Kaki ini kembali berhenti pada taman besar beratap bintang dan
bertabur jutaan rahasia alam semesta. Ada kiranya kau hadir, duduk di
sampingku, dan kembali menggetarkan hatiku. Ah sudahlah, kamu pasti sedang
tertidur pulas pada kasur empuk di balik pintu kamarmu.
Kepalaku menengadah. Bukan. Bukan karena penasaran pada jutaan
bintang di atas sana. Tapi sedang menahan airmata. Airmata yang terjatuh karena
akhirnya mengetahui hal paling menyakitkan seumur hidupku, ternyata kamu sudah
ada yang punya. Sudah ada hati yang beruntung yang bisa saling mengisi dengan
hatimu.
Betapa malangnya aku. Aku yang baru beberapa hari bertemu
denganmu, aku yang merasa aku lah satu-satunya yang membuatmu salah tingkah,
dan aku yang berdiri di depanmu, tersenyum, dan mencari celah matamu berharap
semua akan berakhir indah.
Tahun 2012 dan aku masih senaif itu. Kutundukkan kepalaku, tanda
bahwa aku mengizinkan airmata ini keluar sesukanya. Seperti sudah tak peduli
dengan semua yang akan memandangku penuh tanya atau bahkan menuduh. Biarkan apa
kata mereka. Aku hanya ingin menangis sekencang-kencangnya.
“Menangislah selagi itu masih membuatmu lega dan lebih baik”
Harapan yang
terbang tanpa sempat hadir, mengawang tanda takkan mampir
Mata yang kembali
bersinar tanpa pendar, mungkin akan nanar jika senyummu pudar
Langkahmu kembali
menggetarkan, ada kiranya pandangan kita saling tukar
Seginikah nyalimu
menyala? Mataku masih menyelamimu, dalam-dalam
Malam ini, ada yang
diam-diam berdoa agar masuk dalam kehidupanmu, dalam-dalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar