Halaman

Kamis, 15 Maret 2012

Empat Kata


Kuterima suratmu tlah kubaca dan aku mengerti”
Selepas Gardio mengantarku, tak sabar aku langsung berlari ke kamarku untuk membuka surat balasannya. Detak jantungku mendadak tak normal. Sekujur tubuhku gemetar tak terkira. Apa ya sekiranya yang dia balaskan akan suratku kemarin.
Sambil duduk pada kasurku, kuambil surat dengan amplop putih polos pada tasku. Gardio bukan orang yang romantis. Bertahun-tahun menjalin persahabatan dengannya, aku hafal sekali kelakuannya. Persahabatan….”Gak ada persahabatan yang sempurna di dunia ini. Yang ada hanya orang-orang yang berusaha mempertahankannya” itu yang dibilang Winna Efendi dalam buku Refrainnya.
Perlahan kubuka penutupnya. Lalu kembali kututup. Aku takut dengan apa yang akan kubaca. Aku takut kemudian aku malah menangis tersedu-sedu akan isi surat dari Gardio. Aku lupa kapan tepatnya aku mulai jatuh hati padanya. Bukan sebagai sahabat, tetapi lebih kepada perasaan seorang wanita kepada seorang laki-laki.
Kutarik nafas panjang sambil kupejamkan mata. Detik berikutnya kutemukan isi amplop tersebut. Sebuah foto. Fotoku dan Gardio dengan wajah terjelek kami sepanjang masa. Kukira foto itu sudah dia buang. Tapi ternyata malah menjadi balasannya.
Aku bingung. Lalu kupandangi foto tersebut. Sejelek apapun Gardio memasang mimik wajah, dia akan tetap terlihat manis. Ah! Lalu coba kubalik foto tersebut dengan harapan ada setidaknya sepatah dua patah kata yang tertera di sana.
Dan benar saja! Kutemukan empat patah kata di sana dengan tinta merah muda, dengan tulisan yang telah kukenal bertahun-tahun lamanya, tulisan Gardio.

 
Aku sayang kamu, Annisa”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar