Kasih, tidakkah kamu
lihat bahwa kita cocok dan selalu cocok dalam ketidakcocokkan kita? Kita
sempurna dalam ketidakcocokkan ini. Berikan aku ruang, berikan aku waktu,
berikan aku kesempatan membuktikan bahwa
memang kita cocok dalam ketidakcocokkan ini.
Aku mencintai segala
ketidakcocokkan ini. Aku mencintai kita yang kerap duduk dengan corak yang
berbeda. Aku mencintai kasih yang mencintai ketidakcocokkan ini. Kasih, aku
mencintaimu.
Pada heningnya malam,
di bawah selimut tebal, dinaungi gelap kamar, aku tak pernah lelah membayangkan
kita berdebat tentang siapa yang paling cinta, siapa yang paling rindu, dan
siapa yang paling pertama jatuh cinta.
Pada riuhnya bus kota,
di sebelah ibu-ibu gendut yang pulang dari pasar, dinaungi matahari yang riang,
aku selalu gemar membayangkan betapa kita akan terus tidak setuju tentang
rahasia pernikahan langgeng, apakah suami selalu mengikuti mau istri, ataukah
istri yang mengalah, atau bahkan mereka saling mengerti.
Pada gegapnya kembang
api di malam perayaan entah apa, dinaungi keriaan tawa keluarga, aku tak pernah
absen membayangkan betapa kita akan selalu setuju untuk tidak setuju bahwa
rumah adalah soal rasa bukan bangunan belaka, bahwa Kasih adalah kamu, dan
bahwa cinta adalah kita.
Dan pada akhirnya aku
harus berhadapan dengan ketidakcocokkan kita yang paling nyata. Bahwa aku cinta
dan kamu tidak. Bahwa aku rindu dan kamu tak ingin melulu. Bahwa aku ingin dan
kamu enggan.
Dan pada akhirnya aku
harus bangun. Menatap dunia yang retak di balik tirai putih. Menyadari bahwa
tak akan ada namaku dalam lelap, lelah, maupun lengahmu. Bahwa memang tak
mungkin aku mengikis lelahmu.
Dan pada akhirnya,
masalah ada padaku. Bahwa aku memaksa.
Aku memaksa cinta
hidup, padahal ia lebih baik lenyap.
Aku memaksa rindu
menghias, padahal ia mengais.
Aku memaksa kita
berdebat siapa yang paling, padahal seharusnya sekadar tahu kamu pernah ingin
saja sudah cukup.
Kasih, aku tak mampu
mengotori jalur jatuh cinta ini. Aku terlalu cinta. Aku terlalu lepas kendali.
Aku hanya ingin cinta. Semoga itu cukup.
Iya, semoga itu cukup.
Selamat Malam. Tapi ingat, aku tetap cinta meski kelak malam tak lagi selamat.
Meski kelak aku lupa, aku akan ingat lagi, ini hanya masalah aku yang sedang
menempuh jalur amnesia untuk yang kesekian kalinya.
Jika kelak tak ada lagi
yang cinta, mungkin aku akan bersembunyi. Jika kelak tak ada lagi yang rindu,
mungkin aku sudah menghilang. Dan jika kelak kamu sudah sangat jauh, aku sudah
kembali dari perjalanan amnesia, dan merasa cukup dengan cinta ini.
Kepada
yang pernah, sedang, dan sepertinya akan terus pas untukku,
Dari
yang pernah, sedang, dan sepertinya akan selalu kautolak mentah-mentah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar