Mataku, masih menjadi lensa terbaik
yang menangkap dirimu dalam keadaan sekacau apapun.
Kepalaku, masih menjadi tempat
terbaikmu menetap tanpa kenal lelap.
Jemariku, masih menjadi pelukan hangat
yang rajin mendekap kosong ketimbang jemarimu yang menggigil.
Hatiku, relung yang lebih sering
mengecap kepahitan ketimbang mengucap rindu padamu dengan kecup.
Sebagian diriku yang sempat
bersinggungan denganmu…
Dinding,
Punggung yang kau balas punggung, kau
pukuli kala resah. Mata yang gemar kau pandangi kala gundah. Serta telinga yang
kau kisahkan segala kenangan tentang kesakitan, masa lalu, airmata, dan mimpi.
Kanvas,
Hati yang kau torehkan penuh kasih,
bahagia, dan kisah. Hati yang kau sulap menjadi taman bunga, langit senja,
balon-balon ajaib, bahkan pemakaman. Hati yang kau gulung ketika kekecewaan
yang kau dapati.
Dan, kini aku menyulap diriku sebagai
sepatu belelmu. Yang meski seberapapun banyaknya sepatu baru nan mentereng yang
kau dapatkan, aku tetap menjadi pilihan pertama dan terakhirmu untuk melangkah
ke mana pun, sejauh apa pun, dan selelah apa pun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar