Halaman

Selasa, 14 Agustus 2012

Friendzone


Tik tok tik tok. Di ruangan sepi ini, kurasakan suara detik menusukku perlahan. Menantikan ponsel itu berdering dengan display name seseorang. Samudera. Menantinya menghubungiku seperti menantikan kiamat datang.

Kutengok lagi, kosong. Tak ada Samudera di sana. Kutahu ini terlalu premature untuk rasa ini. Aku sadar, aku tak seharusnya mengharap terlalu tinggi. Tapi aku telah jatuh terlalu dalam, tergelincir, tak tertolong. Dalam-dalam, di mata hitamnya.

Bahkan setelah kutahu, Samudera tak pernah menjamah perasaanku yang telah tumpah ruah berantakan. Aku tahu betul bukan aku orangnya. Samudera masih di sini, duduk di sisiku, dengan mata yang jauh menerawang, menantikan kehadiran hati yang lain.

Kata orang, sekarang sedang zamannya friendzone. Aku, korbannya.

Salah sendiri, berharap terlalu banyak, jatuh terlalu jauh, sampai aku lupa harus kembali ke mana. Lupa harus beranjak ke mana.

Lupa? Salah. Aku tak mau. Aku tak mau pergi. Aku masih berharap, ponsel itu akan berdering dengan nama Samudera di sana. Aku masih berharap aku berada di pelukannya, bukan di sisinya. Aku masih berharap, matanya terfokus padaku, bukan menerawang jauh.

Semuanya selesai. Alih-alih berjalan lebih jauh dengan tangannya di genggamanku, malah kekosongan yang menggenggamku erat. Berharap dapat tertawa bersamanya, malah aku sekarat ditertawakan harapan.

Harapan melambung, kenyataan menyusut.

Aku menari di hadapannya, matanya tetap lurus menerawang

Ini kita,
Dua dekat,
Yang tak saling ikat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar