Gelak tawa itu, entah
bagaimana, menyesakkan. Teramat sangat.
Meski urung aku turut,
namun hatiku tak mau menurut. Ia meringis, menangis.
Detik-detik itu berlalu
lambat terlalu. Aku hanya ingin sakit ini tak melulu.
Bisa kupinjam sejenak
tawa itu?
Bisa kupinjam sejenak
tatapan itu?
Sejenak saja.
Sampai aku lupa,
Apa itu patah hati...
Banyak yang bilang, ada
harga yang harus dibayar untuk sebuah pertemanan. Kali ini aku berdiri di halte
bus, menantikan senja menarik malam. Hanya berdoa, agar gelapnya dapat sedikit
mengaburkan sakit ini.
Bisakah, Kasih, kupinjam
sejenak hati itu?
Agar setidaknya aku tahu,
bagaimanaa itu dicintai...
Salemba, Februari, senja
yang kelelahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar